Penulis : Pinnur Selalau.
Dibanyak Desa, masih sering kita dengar kabar bahwa Kepala Urusan (Kaur) dan Kepala Seksi (Kasi) ditunjuk menjadi Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Alasannya macam-macam, dari mempermudah koordinasi, mempercepat pekerjaan, mempercepat LPJ, tapi benarkah demikian..? atau disitulah letak kekacauan pengelolaan keuangan Desa.
“Ketika Kasi dan Kaur merangkap jadi TPK: Siapa Kendalikan Siapa”
Mari kita luruskan.
Permendagri 20 tahun 2018, pasal 7 ayat 3 secara jelas menyebutkan, “Perangkat desa yang dapat menjadi Tim Pelaksana Kegiatan atau TPK adalah Kepala Kewilayahan atau Kepala Dusun,” bukan Kaur bukan Kasi.
Mengapa aturan itu dibuat tegas, karena Kaur dan Kasi adalah bagian dari Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD), yang tugas utamanya adalah melakukan pengendalian terhadap pengeluaran dari anggaran APBDes,
hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh TPK.
Artinya, Kaur dan Kasi itu bukan Pelaksana tapi Pengendali. Dan disinilah logika nya runtuh, bagaimana mungkin seseorang yang tugasnya melakukan pengendalian, malah menjadi Pelaksana Kegiatan yang harus dikendalikan.
Bagaimana mungkin tangan kanan dan tangan kiri menilai dirinya sendiri, itu bukan hanya salah kaprah, itu tumpang tindih, peran yang berpotensi melahirkan penyimpangan.
Namun dilapangan, alasan pembenaran selalu muncul, “Kepala Dusun itu banyak Urusannya, atau biar gampang Kasi dan Kaur saja yang pegang.” Padahal justru disitulah akar lemahnya sistem Akuntabilitas Desa, karena Pengendalian Keuangan Desa tidak boleh ada di tangan yang sama dengan Pelaksana Kegiatan.
Peraturan bukan dibuat untuk mempersulit, tapi untuk menjaga keseimbangan agar Uang Desa berjalan di Rel yang benar. Desa bukan milik segelintir orang, Dana Desa bukan alat kekuasaan tapi amanah yang harus dijaga dengan sistem yang bersih.
Jadi kalau hari ini masih ada Desa yang menjadikan Kasi dan Kaur sebagai TPK, ingatlah bukan Permendagri yang keliru tapi cara kita memahami peran yang belum lurus.
PPKD: PENGELOLA TANPA KENDALI, PENANGGUNG JAWAB TANPA KUASA.
Pernahkah anda bertanya ke Perangkat Desa, Kaur, Kasi atau Sekdes, tentang realisasi dari anggaran APBDES, dan mereka menjawab dengan santai “Saya Tidak Tahu,”
Jawaban sederhana dari kalimat pembuka tadi atas mencerminkan dua hal serius, mereka tidak pernah membaca APBDes, atau tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan keuangan Desa. Padahal aturannya jelas, dalam Permendagri nomor 20 tahun 2018 mengatakan bahwa Kaur dan Kasi adalah Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD).
Tugasnya memastikan setiap rupiah punya arah, setiap kegiatan punya tanggung jawab, tapi faktanya dibanyak Desa PPKD hanya dijadikan stempel basah, tanda tangan tanfa kuasa, formalitas tanfa fungsi.
Segala keputusan terkunci disatu tangan, Kepala Desa atau segelintir orang yang merasa berkuasa atas seluruh anggaran. Ini bukan cuma pelanggaran teknis, tapi pengkhianatan terhadap semangat Transparansi dan Akuntabilitas.
PPKD seharusnya bukan pelengkap tanda tangan, tapi penjaga akal sehat anggaran Desa. Karena ketika pengendali anggaran dibuat tak berdaya, maka anggaran Desa kehilangan keseimbangan.Dan saat itu terjadi, pembangunan Desa bukan lagi hasil Musyawarah tapi hasil Monopoli.
Tapi tunggu dulu, bisa jadi masalahnya bukan hanya di Kepala Desa, mungkin PPKD nya sendiri yang tidak paham peran, tidak mau belajar, asal tanda tangan yang penting cair bos. Dan kalau begitu bukan sistem yang mati, tapi kesadaran akan tanggung jawab yang hilang entah kemana.
Bandar Lampung : Senin 20 Oktober 2025.
Editor : Meli Eprianti S.H.
Author : RCN.
Tidak ada komentar