RadarCyberNusantara.com | Polemik Maskot Pilkada 2024 Kota Bandar Lampung makin menuai kritik dan kecaman dari berbagai elemen masyarakat yang dari awal diluncurkan Maskot Pilkada tersebut dengan intens dan konsent mengecam dan memprotes bahkan mendorong untuk masalah itu dibawa ke jalur hukum, baik hukum adat maupun hukum positif.
Namun alih-alih meredam kecaman dan protes dari berbagai elemen masyarakat tersebut, justru apa yang dilakukan oleh KPU Kota Bandar Lampung pada hari Sabtu tanggal 25 Mei 2024 di hotel Sheraton justru menambah gaduh dan kecaman terhadap KPU Kota Bandar Lampung.
Hal itu seperti yang disampaikan oleh seorang akademisi sekaligus pemerhati Adat dan Budaya Lampung.
“Lagi-lagi KPU Kota Bandar Lampung menunjukkan bahwa mereka tidak punya Etika dan Estetika dalam bernegara, dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang menyangkut harga diri masyarakat banyak, KPU justru seolah menciptakan Polemik baru dengan mengesampingkan tokoh-tokoh maupun ormas dan LSM yang sejak awal intens dan konsent mengecam maskot pilkada tersebut,”ujarnya.
Menurutnya itu bukan menyelesaikan masalah atau meredam polemik yang ada tapi justru menimbulkan polemik baru dan memperluas polemik.
“Itu kemaren kan tokoh2 berbagai unsur, coba klarifikasi dan konfirmasi kepada para yg angkat bicara kemaren, apakah model KPU berdamai ini sudah beradat dan berbudaya?,” ucapnya.
Dan yang belum diklarifikasi dan di ketahui oleh publik hingga saat ini adalah para juri yang disebutkan oleh KPU dari unsur Akademisi dan Budayawan.
“Maskot Pilkada itu kan menurut KPU hasil sayembara yang ada jurinya dari unsur Akademisi dan Budayawan, pertanyaannya siapa Akademisi dan Budayawan yang menjadi juri tersebut. Apakah orang-orang itu mengerti dan paham betul dengan Adat dan Budaya Lampung, ini harus dijelaskan kepada publik dan tokoh-tokoh Adat seluruh Lampung agar jangan hanya KPU yang disalahkan,” tuturnya.
Selain itu menurutnya agak aneh dan tidak elok, seseorang yang katanya penyambung lidah dari salah satu Kepaksian menyatakan hormat dan terima kasih padahal adat dilecehkan dan direndahkan.
“Ini Juru Bicara, penyambung lidah atau pembuat statemen…. Adat katanya punya harkat martabat, beradat…. Adat dilecehkan, direndahkan, malah hormat dan terima kasih….. Maaf secara manusiawi ya…. Secara hukum tentu tetap berproses,” tambahnya.
Yang menjadi pertanyaannya apakah para juri itu juga ikut hadir dalam pertemuan yang disebutkan musyawarah adat itu.
“Jika ada diantara mereka yg damai ini adalah juri saat itu…. Maka terbuka teranglah masalah ini, atau jgn2 para juri ini fiktif atau dana dimanipulasi, atau justru ada para juri ini yg sekarang berdamai untuk hilangkan jejak.” Tutupnya.
Dilain pihak, seorang tokoh merasa kasihan dengan KPU Kota Bandar Lampung yang selalu salah langkah dalam penyelesaian suatu polemik.
“Sebenarnya saya kasihan dengan KPU Kota Bandar Lampung dalam menyelesaikan polemik ini, apakah ini karena benar-benar ketidak tahuan KPU dalam tata cara penyelesaian secara adat atau ada pihak-pihak yang menggiring KPU untuk melakukan kesalahan berikutnya, atau memang KPU sengaja menciptakan kontoversi di tengah masyarakat Lampung.” Katanya.
Ketika Awak Media ini meminta tanggapan dan klarifikasi kepada ketua KPU kota Bandar Lampung Dedi Triadi melalui pesan singkat WhatsAppnya, namun pesan WhatsApp centang satu. atau tidak aktif. | Pnr.