RadarCyberNusantara.id | Konflik agraria di Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) yang telah diadukan oleh Pemdes Way Huwi bersama warga desa setempat ke sejumlah institusi lembaga negara di tingkat pusat antara lain DPR RI, DPD RI, Satgas mafia tanah, KemenATR/BPN, Kemenkopolhukam, Oumbusman, Kapolri, Kejagung RI hingga Wapres RI dan menyusul dikabarkan akan ke Presiden Prabowo dan KLHK RI.
Sementara di daerah pengaduan telah disampaikan kepada Bupati Lampung Selatan, DPRD Lampung Selatan, Polres Lampung Selata dan Kejari Lampung Selatan, ATR/BPN Lampung Selatan, ATR/BPN Provinsi Lampung, DPRD Provinsi Lampung hingga Pj. Gubernur Lampung itu diharapkan oleh warga negara hadir. Kepala Desa setempat Muhammad Yani kepada media, beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa atensi dari Wapres RI dan sejumlah lembaga negara pun nampak begitu tinggi, dan menjadi perhatian serius.
Dukungan dari sejumlah elemen masyarakat atas perjuangan warga desa dan kades setempat pun sebelumnya datang dari Ormas Laskar Lampung, dan kini giliran dukungan datang dari Organisasi Masyarakat (Ormas) Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI).
Diketahui sebelumnya bahwa, masalah ini bermula dari klaim PT. Budi Tata Semesta (BTS) anak dari perusahaan CV. Bumi Waras (BW ) yang mengaku memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diterbitkan oleh BPN tahun 1996 . Klaim tersebut dinilai telah mengabaikan rasa kemanusiaan dan kepentingan umum karena lahan tersebut sudah ada sejak tahun 1968 dan digunakan oleh masyarakat desa setempat sebagai fasilitas umum.
Sementara PT.BTS menutup lapangan tersebut dengan pagar panel beton pada Februari tahun 2024 lalu. Tak pelak tindakan yang dianggap sebagai bentuk arogansi dan sewenang-wenang itu menuai perlawan warga dan pemdes setempat. Namun upaya yang dilakukan warga dan pemdes setempat meminta agar tidak dilakukan pemagaran nampaknya tidak digubris oleh pihak PT.BTS yang tak kuasa menahan nafsu nya yang terkesan dibackingi sejumlah oknum preman dengan gagahnya menancapkan pagar beton dan disaksikan Camat Jatiagung dan aparat TNI Polri.
Menanggapi permasalahan tersebut, Ketua Laskar MerahPutih Indonesia (LMPI) Markas Daerah Provinsi Lampung Alisa Hendra didampingi Wakil Ketua Sanwani HS, Sekretaris R. Budiyanto, Wakil Sekretaris Toni, Ketua Marcab LMPi Lampung Selatan Hairul A Nasution beserta jajaran, Ketua LMPi Marcab Tanggamus Iskandar Haris, mengatakan, pihaknya mengaku prihatin
dan geram sekaligus mengecam tindakan paksa perusahaan yang melakukan pemagaran lapangan umum yang sudah selama hampir lima puluh enam tahun digunakan sebagai fasilitas umum oleh warga desa Way Huwi.
“Tindakan (menutup paksa) lapangan umum itu cerminan arogansi kesewang-wenangan. Saya berharap negara hadir dalam masalah ini, dan saya yakin itu. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo bersama rakyat dan tidak boleh kalah dengan oknum-oknum mafia tanah, siapapun dia. Terhadap permasalahan ini, kita minta dan berharap juga kepada institusi manapun untuk tidak bersikap memihak, tidak terkecuali Aparat Penegak Hukum (APH) juga kita minta untuk bersikap professional dan netral, tidak berpihak kepada siapapun, tegas Alisa Hendra
Dikatakan Alisa Hendra, lapangan sepak bola dan kuburan itu sudah hampir lima puluh enam tahun digunakan sebagai fasilitas umum oleh masyarakat desa Way Huwi.
“Sejak tahun 1968, tidak ada masalah kok, tidak ada pihak manapun yang mengklaim, tidak ada tanda berupa apapun yang dipasang dilahan itu milik si A, milik si B. Ini sudah hampir lima puluh enam tahun menjadi fasum warga desa, bahkan jauh puluhan tahun sebelum SHGB PT BTS yang katanya terbit di tahun 1996, lapangan dan makam itu sudah ada. Masa iya lahan fasum boleh dimasukan ke SHGB, ini perlu di bedah, bagaimana proses terbitnya SHGB itu, untuk apa peruntukannya di dalam SHGB itu dan jangan-jangan SHGB nya diagunkan di bank. Fasum ini kan milik negara yang telah dipergunakan kepentingan umum rakyat, kepentingan umat ” terang Alisa Hendra,Minggu,(26/1/2025)
Ia berharap dan meminta kepada Presiden Prabowo memerintahkan instansi yang berwenang untuk membedah keberadaan SHGB PT BTS dan sejumlah SHGB lainya di desa setempat karena diduga ada pelanggaran yang terjadi, baik prosedure maupun administrasi atas penerbitan SHGB dan pengelolaan lahan tersebut. Menurut Alisa Hendra, negara tidak kalah oleh oknum-oknum mafiah tanah. Negara bersama rakyat dan rakyat bersama negara.
Kami apresiasi Kejaksaan Tinggi Lampung yang telah berani memulai bongkar-bongkar mafia tanah di Lampung. Kami berharap juga agar Kejati Lampung berani bongkar-bongkar pada masalah ini. Kami mencurigai dan menduga ada KKN di masalah ini, untuk itu perlu dibedah dan dilakukan geledah seperti yang sudah dilakukan Kejati Lampung belum lama ini. Presiden Prabowo pun sudah tegas mengatakan terkait perusahaan-perusahaan yang melanggar pertanahan untuk diproses ujar Hendra
Lebih lanjut dikatakan Alisa Hendra, dari penjelasan dan permintaan dukungan warga desa Way Huwi kepada LMPI saat diskusi dengar pendapat di sekretariat LMPI Provinsi Lampung beberapa waktu lalu, pihaknya pun telah melakukan kajian bersama sejumlah pihak untuk kemudian membawa permasalahan ini kepada Presiden Prabowo di istana negara, selanjutnya terus mengawal dan membersamai perjuangan warga.
Dipaparkan Hendra, di dalam UUD 1945 sangatlah jelas disebutkan bahwa, terkait pengelolaan tanah itu memiliki prinsip keadilan sosial sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Prinsip keadilan sosial dalam pengelolaan tanah diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), khususnya Pasal 2 dan Pasal 6. Pasal 2 UUPA berbunyi: Bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, Pasal 6 UUPA berbunyi : Hak-hak atas tanah dan hak-hak lainnya yang berkaitan dengan tanah hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan yang sesuai dengan keadilan sosial dan tidak boleh merugikan kepentingan umum. Dengan demikian, pengelolaan tanah di Indonesia harus berprinsip pada keadilan sosial dan kemakmuran rakyat.
Kami akan bawa permasalahan ini ke DPR RI dan Presiden Prabowo dengan harapan SHGB nya dicabut dan dibatalkan, pungkas Hendra.
|Red