Radarcybernusantara. Id | Melalui keterangan tertulisnya, H. Kurniawan, mewakili kelompok eks Tapol 21–22 Mei 2019 menyampaikan keterangan pada media ini, Jum’at (16/5). Dalam perjalanan panjang demokrasi Indonesia, ada hari dan tanggal yang tak seharusnya pudar dari ingatan kolektif bangsa ini.
Salah satunya adalah 21 dan 22 Mei 2019. Hari di mana sejarah mencatat luka mendalam di tengah rakyat Indonesia, khususnya bagi mereka yang dengan semangat juang berdiri menyuarakan keadilan pemilu. Hari itu menjadi tragedi kelabu yang mencederai nilai-nilai demokrasi yang selama ini diperjuangkan dengan darah dan air mata.
Kini, enam tahun telah berlalu. Waktu memang berjalan, namun bagi kami — para eks Tapol (tahanan politik) peristiwa Mei 2019 , luka itu belum benar-benar sembuh. Kami masih ingat bagaimana ratusan anak bangsa, sebagian besar pendukung Bapak Prabowo Subianto, menjadi korban dari represivitas negara. Mereka tak hanya terluka secara fisik, tetapi juga secara moral dan psikologis. Ada yang cacat, ada yang gugur, dan tak sedikit pula yang meringkuk di balik dinginnya jeruji penjara berbulan-bulan lamanya. Kami alami intimidasi, perlakuan keji, bahkan tekanan yang seharusnya tak pantas diterima oleh rakyat yang hanya ingin bersuara.
Sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi adab dan etika, kami bisa memaafkan. Namun untuk melupakan, kami dengan tegas menyatakan, tidak!
Kami sadar, apa yang kami alami adalah bagian dari risiko perjuangan — perjuangan menuntut keadilan dan transparansi. Namun yang kami sesalkan adalah, alih-alih mendapatkan perlindungan dan dukungan dari pemimpin yang kami bela, kami justru dibenturkan dengan institusi-institusi negara yang mestinya mengayomi dan melayani. Kami tidak mendapatkan ruang untuk menyampaikan aspirasi, kami bahkan tidak pernah dijangkau oleh tangan hangat dari pemimpin yang selama ini kami hormati dan banggakan.
Kini, ketika Bapak Prabowo Subianto telah menjadi Presiden Republik Indonesia, kami (para eks ) Tapol Mei 2019 , kembali menyuarakan harapan kami. Bukan untuk meminta jabatan, bukan untuk menuntut kompensasi, apalagi fasilitas. Kami hanya ingin pengakuan, rangkulan, dan sapaan hangat dari seorang pemimpin kepada rakyat yang tetap setia di tengah derita.
Kami ingin dikenali bukan sebagai beban sejarah, tetapi sebagai bagian dari perjalanan panjang demokrasi bangsa ini. Kami ingin dihargai atas kesetiaan kami, atas perjuangan kami yang dahulu pernah berdiri tegak di belakang Bapak Prabowo Subianto — bukan karena ambisi, tetapi karena harapan dan keyakinan.
Kami percaya, Bapak Prabowo adalah sosok yang memahami arti setia dan arti perjuangan. Karena itu kami masih berharap, semoga di bawah kepemimpinan beliau sebagai Presiden RI, tidak ada lagi rakyat yang harus dikorbankan atas nama kepentingan politik. Semoga pintu komunikasi terbuka, setidaknya agar kami, anak-anak bangsa yang dulu berdarah-darah, bisa bersalaman dan menyampaikan cerita kami langsung — bukan dalam amarah, tetapi dalam semangat rekonsiliasi dan keadilan.
Dari kami, para eks Tapol 21–22 Mei 2019, yang tidak pernah minta lebih. Kami hanya ingin diingat. Karena melupakan adalah bentuk pengkhianatan terhadap sejarah.
Salam santun dan hormat,
H. Kurniawan dan Rekan-rekan
Eks Tapol 21–22 Mei 2019
Sumber : H. Iwan
( Editor. Rio Batin Lakasan).