RadarCyberNusantara.Id | Menjadi Kepala Sekolah (Kepsek) mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga ke tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) ternyata tidak mudah dan tidak gampang, bukan karena tidak lulus Uji Kompetensi atau uji kelayakan, namun terkadang tidak lulus uji mental.
Kepala Sekolah bukan hanya harus memikirkan proses belajar mengajar dan sarana prasarana pendidikan yang ada, namun juga harus menghadapi “Ujian Harian” dari oknum yang mengaku wartawan, yang melakukan investigasi abal-abal.
Bagaimana tidak, hampir setiap hari para kepsek kedatangan “rombongan oknum wartawan serba bisa“. Pagi jago parkir, siang jadi wartawan, sore mungkin bisa nyambi tukang fotokopi. Hebatnya lagi, mereka lebih rajin datang ke sekolah daripada murid yang bolos.
Seorang kepsek di salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung, yang minta namanya disensor (biar besok nggak diburu “oknum”) bilang, setiap kali pencairan dana BOS, sekolahnya jadi kayak minimarket diskon besar-besaran, rame dan penuh antrian oknum wartawan.
“Awalnya nanya soal BOS, ujung-ujungnya sodorin MoU langganan media. Kalau kami nolak, langsung ancam, siap-siap viral dan dipolisikan. Jadi wartawan atau debt collector, kita juga bingung,” curhat sang kepsek sambil ngelus dada, dikutip dari Wawai News, Sabtu (23/8/2025).
Fenomena ini bikin para kepsek hampir kompak resign berjamaah. Ketua K3S disalah satu Kecamatan, mengaku sejak 2023 sampai 2024 ada sembilan kepsek yang benar-benar menyerah. Bukan karena gagal UN, tapi gagal melawan intimidasi dari para oknum yang mengatasnamakan wartawan tersebut.
“Jabatan ini amanah. Tapi kalau tiap hari dihantam oknum, lama-lama amanah berubah jadi amarah,” ungkapnya getir.
Yang bikin makin lucu alias kocak, setiap pencairan BOS bisa datang 60 wartawan sekaligus. Kalau dikumpulin, bisa bikin acara Konferensi Pers Akbar. Padahal sekolahnya cuma punya tiga ruang kelas, satu mushola, dan satu WC yang bocor.
Ada yang nawarin langganan media, ada yang maksa jual barang dengan harga bikin pusing, ada juga yang minta uang bensin. Kalau dikalkulasi, biaya ‘silaturahmi oknum wartawan’ ini bisa lebih besar daripada biaya rehab kelas yang rusak.
Seorang pejabat di dinas pendidikan juga ngakak miris saat ditanya soal fenomena ini. “Banyak banget oknum wartawan. Pagi jadi tukang parkir, siangnya ke sekolah jadi wartawan. Malamnya mungkin bisa jadi dukun juga,” ujarnya setengah bercanda.
Yang jelas, kalau praktik ini dibiarkan, pendidikan bisa tamat sebelum anak-anak tamat SD. Kepala sekolah dan guru tugasnya mendidik murid, bukan meladeni ‘murid ilegal’ yang datang bawa kartu pers abal-abal.
Negara mestinya hadir, bukan sekadar hadir saat upacara bendera. Polisi, Pemkab, sampai DPRD jangan cuma jadi penonton. Kalau tidak, dunia pendidikan akan terus jadi panggung stand up comedy pemerasan berkedok jurnalistik.
Ingat!! Tugas utama wartawan adalah mencari, mengumpulkan, memverifikasi, dan menyajikan informasi yang akurat dan faktual kepada publik melalui media massa. Mereka berperan sebagai penyampai informasi, pendidik, agen pembaharu, dan wakil publik, serta harus mematuhi kode etik jurnalistik dalam menjalankan fungsi kontrol sosial mereka terhadap pemerintah dan masyarakat.
Tugas dan Fungsi Utama Wartawan.
1. Mengumpulkan Informasi:
Mencari dan mengumpulkan informasi melalui wawancara, riset, investigasi, observasi, dan menghadiri undangan media.
2. Menganalisis dan Mengolah Informasi:
Menganalisis, mengolah, dan menyusun informasi yang didapatkan menjadi berita yang informatif, akurat, dan faktual.
3. Menulis dan Menyunting Berita:
Menulis berita, artikel, dan laporan, serta melakukan penyuntingan untuk memastikan kejelasan, keakuratan, dan objektivitasnya sebelum dipublikasikan.
4. Verifikasi Fakta:
Memeriksa dan menguji kebenaran serta keandalan informasi yang akan disampaikan ke publik.
5. Menyebarkan Berita:
Menyampaikan berita kepada masyarakat melalui berbagai media, seperti surat kabar, televisi, radio, atau platform online.
6. Menjaga Etika Jurnalistik:
Menerapkan kode etik jurnalistik, termasuk menjaga privasi, menghindari konflik kepentingan, dan tidak menyajikan berita bohong atau fitnah.
7. Melaksanakan Fungsi Kontrol Sosial:
Bertindak sebagai pemantau dan “penjaga” jalannya pemerintahan dan kondisi sosial masyarakat untuk kepentingan publik.
8. Memberi Informasi dan Pendidikan:
Menyampaikan informasi penting yang tervalidasi kepada masyarakat, yang dapat berdampak pada pola pikir dan kegiatan sosial mereka.
9. Menjadi Interpretator:
Menjelaskan dan menafsirkan makna dari peristiwa yang terjadi agar mudah dipahami oleh masyarakat.
10. Mendukung Demokrasi dan HAM:
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran, serta mendorong terwujudnya supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Tugas dan fungsi kepala sekolah adalah menjadi Pendidik (Educator), Manajer (Manager), Administrator, Penyelia (Supervisor), Pemimpin (Leader), Inovator, dan Pendorong (Motivator). Kepala sekolah bertanggung jawab atas perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, supervisi, dan evaluasi seluruh kegiatan sekolah, termasuk kurikulum, guru, staf, siswa, keuangan, dan hubungan masyarakat. Bukan bertanggungjawab kepada oknum wartawan abal-abal yang mencari-cari kesalahan, dengan intimidasi dan pengancaman dan ujung-ujungnya minta uang bensin. (***).