BENDAHARA DESA: Antara Tugas Administratif dan Peran “Tukang Belanja” Yang Keliru

waktu baca 2 menit
Selasa, 21 Okt 2025 10:24 10 Admin RCN

Penulis : Pinnur Selalau.

PERNAHKAH anda melihat Bendahara Desa atau Kepala Urusan (Kaur) Keuangan sibuk ke toko bangunan, menawar semen, beli besi, bahkan mengantarkan material proyek Desa.?

Hati-hati, ketika Bendahara sudah ikut belanja, ada yang tidak beres dalam tata kelola keuangan Desa. “Bendahara Desa: Antara Tugas Administratif dan Peran Tukang Belanja Yang Keliru.”

Padahal aturan sudah terang benderang dalam Permendagri nomor 20 tahun 2018 pasal 8 ayat 2 menyebutkan bahwa, tugas Bendahara Desa adalah, “Menerima, Menyimpan, Menyetorkan, atau Membayar, Menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan penerimaan serta pengeluaran APBDes.”

Artinya, Bendahara Desa itu pengelola administrasi keuangan, bukan pengelola proyek fisik. Ia tidak boleh serta merta mengendalikan pembelanjaan APBDes.

Mekanismenya jelas, pengadaan barang dan jasa dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), dokumennya diperiksa oleh PPKD, di Verifikasi oleh Sekretaris Desa (Sekdes), di Setujui oleh Kepala Desa, barulah Bendahara mencairkan Dana sesuai bidang pekerjaan.

Semua proses itu dibuat agar uang rakyat tidak disalah gunakan, namun sayangnya di banyak Desa realitasnya jauh dari kata Ideal. Dilapangan banyak bendahara yang justru berubah fungsi, jadi tukang belanja “Serbaguna” dari membeli semen hingga mengurus bon toko, semuanya ia tangani.

Bahkan ada yang beralasan “Biar cepat, nanti kalau nunggu TPK pasti lama,” Padahal alasan cepat inilah yang sering membuka celah Korupsi, menabrak prosedur, dan menumpulkan fungsi pengawasan.

Ketika bendahara terlibat langsung dalam transaksi fisik, batas tanggung jawab jadi kabur, siapa sebenarnya yang melaksanakan kegiatan, siapa yang mengeluarkan uang, dan siapa yang bertanggung jawab, Inilah akar kekacauan Akuntabilitas keuangan Desa yang sering tidak disadari.

Bendahara Desa seharusnya menjaga buku kas, bukan membawa karung semen, ketika aturan diabaikan atas nama “PRAKTIS” maka Transparansi hanyalah papan slogan tanpa makna.

Dan kalau semua peran tumpang tindih, jangan heran bila “Uang Desa” akhirnya menguap tanpa jejak. Sementara yang tersisa hanyalah tumpukan nota dan rasa bersalah yang tidak tertulis dalam APBDes.

Bandar Lampung: Selasa 21 Oktober 2025.

Editor : Meli Eprianti S.H.

Author : RCN.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
error: Content is protected !!