RadarCyberNusantara.id | Dalam beberapa tahun terakhir, wacana pengangkatan Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional kembali mengemuka. Pro dan kontra terus bergulir di berbagai kalangan masyarakat, mulai dari akademisi, politisi, hingga masyarakat umum. Salah satu tokoh pendidikan yang secara terbuka menyuarakan dukungannya terhadap pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional adalah Dr. Iswadi, M.Pd., seorang dosen, peneliti, dan pemerhati sejarah bangsa yang telah lama mengkaji perjalanan kepemimpinan di Indonesia.
Dr. Iswadi menilai bahwa pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional sudah semestinya dipertimbangkan secara objektif dan adil, dengan menimbang seluruh kontribusi beliau terhadap bangsa dan negara. Ia mengungkapkan bahwa penilaian terhadap tokoh sejarah semestinya tidak hanya didasarkan pada satu sisi atau satu periode tertentu dalam hidupnya, melainkan dilihat secara utuh dan menyeluruh.
Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut mengatakan Pak Harto adalah sosok yang berjasa besar dalam membangun fondasi ekonomi dan stabilitas nasional pasca G30S PKI tahun 1965.dan Selama lebih dari tiga dekade, beliau memimpin bangsa ini melalui berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Ada banyak warisan pembangunan yang masih bisa kita rasakan hingga saat ini,” ujar Dr. Iswadi dalam wawancara khusus dengan para awak media Melalui telepon seluler
Menurutnya, keberhasilan Soeharto dalam menjaga stabilitas politik, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui program pembangunan nasional, serta memprioritaskan sektor pendidikan dan pertanian merupakan bukti nyata pengabdiannya bagi bangsa. Di masa pemerintahannya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan dikenal sebagai salah satu negara berkembang dengan laju pembangunan tercepat di Asia Tenggara.
Dr. Iswadi juga menekankan bahwa penetapan Pahlawan Nasional bukan berarti menutup mata terhadap kekurangan atau kesalahan yang pernah dilakukan oleh tokoh tersebut. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa setiap tokoh besar pasti memiliki sisi kontroversial dalam perjalanan hidupnya. Namun, hal itu tidak serta merta menghapus jasa-jasa besarnya terhadap bangsa.
“Jika kita ingin adil dalam melihat sejarah, maka kita harus bersedia melihat segala sesuatunya secara holistik. Tidak ada pemimpin yang sempurna, dan kita harus bisa memilah antara keputusan yang keliru dengan kontribusi besar yang telah ia berikan,” tambahnya.
Dalam pandangan Dr. Iswadi, pengakuan terhadap jasa Soeharto juga merupakan bagian dari upaya rekonsiliasi nasional yang lebih luas. Ia percaya bahwa dengan memberikan penghargaan kepada Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, bangsa Indonesia menunjukkan kematangan dalam memandang masa lalu dan menghargai kontribusi setiap tokoh tanpa dibayangi oleh sentimen politik.
Tak hanya itu, Dr. Iswadi juga mencatat bahwa sejumlah tokoh yang memiliki masa lalu kontroversial pun telah diberikan gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah, sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa-jasanya. Oleh karena itu, ia menganggap bahwa sudah waktunya masyarakat dan pemerintah meninjau kembali secara bijak peran Soeharto dalam sejarah bangsa.
“Kita harus berani berdamai dengan sejarah kita sendiri. Menyaring pelajaran berharga dari masa lalu, dan memberikan penghargaan yang layak kepada mereka yang telah berkontribusi besar,” ucapnya.
Meski demikian, Dr. Iswadi juga menghormati adanya pandangan yang berbeda. Ia mengajak semua pihak untuk berdiskusi secara terbuka, berdasarkan data dan kajian yang mendalam, bukan hanya emosi atau prasangka. Ia juga mendorong agar kajian terhadap kiprah Soeharto dilakukan secara akademik, melibatkan sejarawan, pakar hukum, dan tokoh masyarakat dari berbagai kalangan.
Dukungan Dr. Iswadi terhadap Soeharto sebagai Pahlawan Nasional bukan semata-mata sebagai bentuk nostalgia terhadap era Orde Baru, melainkan lebih sebagai wujud penghormatan terhadap jasa seorang tokoh yang pernah mencurahkan hidupnya bagi pembangunan bangsa. Ia berharap bahwa diskursus ini dapat menjadi momen refleksi nasional tentang bagaimana kita menghargai sejarah dan para tokohnya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Dr. Iswadi menyampaikan harapannya agar generasi muda Indonesia tidak melupakan sejarah bangsanya sendiri. “Mari kita rawat ingatan kolektif bangsa dengan jujur dan adil. Karena dari sejarah itulah kita bisa belajar dan melangkah ke masa depan yang lebih baik,” pungkasnya.
|Red