RadarCyberNusantara.com | Pembanguan yang diselenggarakan oleh daerah bersifat regional, sebagai realisasi dari perencanaan pembangunan yang sesuai dengan skala prioritas pembangunan di tingkat daerah sebagai bagian dari pelaksanaan desentralisasi pemerintahan yang berotonomi. Guna menunjang terlaksananya tujuan ekonomi pembangunan di daerah, pemerintah daerah dituntut mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan belanja daerah tersebut yaitu dengan cara mengoptimalkan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi penyimpangan sistem penarikan retribusi yang tidak mudah untuk diawasi adalah dengan pembentukan kebijakan retribusi melalui sistem pemungutan yang akuntabel dengan pemanfaatan teknologi informasi sehingga mudah dikontrol dan diawasi semua pihak serta transparan yang bisa dipertanggungjawababkan kepada publik dapat dengan aplikasi sistem buku yang dapat dimonitor oleh semua pihak, memberikan sanksi yang tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta peraturan daerah yang berlaku terkait dengan pajak dan retribusi agar dapat memberikan efek jera bagi mereka yang menyalahgunakan wewenang. Perlunya dilakukan pengawasan kepada petugas dilapangan.
Pemerintah Daerah yang belum memiliki layanan rertibusi berbasis elektronik perlu segera menyiapkan layanan elektronik dalam memungut retribusi pasar.melalui E retribusi dalam rangka pengelolaan retribusi pasar yang efisien, transparan dan akuntabel. Peningkatan pengawasan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan retribusi agar optimal dalam memberikan pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah serta terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan pemerintahan yang good governance.
Arah kebijakan pembangunan sebagaimana telah ditetapkan dalam rencana pembangunan baik jangka panjang, menengah, maupun jangka pendek, pada hakekatnya merupakan suatu keinginan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, diperlukan upaya secara terus menerus dan berkelanjutan, untuk melaksanakan program pembangunan yang terencana dan terpadu secara berkesinambungan oleh aparat pemerintah selaku agen pembangunan (development agency) maupun peran serta masyarakat secara luas.
Pembanguan yang diselenggarakan oleh daerah tersebut bersifat regional, sebagai realisasi dari perencanaan pembangunan yang sesuai dengan skala prioritas pembangunan di tingkat daerah sebagai bagian dari pelaksanaan desentralisasi pemerintahan yang berotonomi. Guna menunjang terlaksananya tujuan ekonomi pembangunan di daerah, pemerintah daerah dituntut mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan belanja daerah tersebut yaitu dengan cara mengoptimalkan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD).
Peningkatan pendapatan, penerimaan daerah ini bertujuan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat daerah. Salah satu sumber pendapatan daerah sekaligus wujud pelayanan kebutuhan masyarakat daerah yang perlu untuk ditata secara yuridis yakni pengaturan tentang aneka usaha dan jasa.
Berbagai macam bentuk aneka usaha dan jasa di daerah merupakan motor penggerak perekonomian masyarakat daerah, dari mulai transaksi pengadaan barang dan jasa, distribusi kebutuhan sampai dengan pendapatan daerah. Daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Hampir semua daerah memiliki pasar termasuk kabupaten Lampung Selatan dan salah satunya fungsi dari pasar adalah sebagai upaya peningkatan PAD. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengoptimalkan retribusi pasar guna peningkatan PAD. Problematika yang ada adalah munculnya kendala dalam pengawasan terhadap penyelenggaraan retribusi pasar. Sehingga perlunya optimalasisasi dalam pengawasan mencegah terjadinya penyimpangan.
Guna menjawab permasalahan dalam kajian efektivitas pengelolaan retribusi pasar sebagai sumber PAD dan upaya penanggulangan penyimpangan sehingga penulis mengadakan penelitian dan investigasi serta klarifikasi.
Penelitian serta investigasi dipergunakan dalam usaha untuk menganalisis permasalahan pengelolaan retribusi pasar sebagai sumber pendapatan asli daerah dan meminimalisir terjadinya penyimpangan mengacu kepada norma-norma hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sampai pada peraturan daerah.
Dalam sistem pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan kepentingan dan aspirasinya. Dengan kewenangan ini masyarakat daerah setempat melalui wakil-wakilnya membuat kebijakan publik/kebijakan daerah.
Kebijakan daerah ini lalu dilaksanakan oleh pejabat pejabat daerah setempat. Upaya pembangunan ekonomi nasional merupakan upaya peningkatan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. Guna pembangunan ekonomi,perlu dilakukan program yang terencana dan terarah agar tujuan nasional dapat dicapai sesuai dengan falsafah yang mendasari perjuangan tersebut yakni Pancasila dan UUD 1945.
Upaya pembangunan ekonomi ini tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat secara tunggal. Adanya prinsip otonomi dan desentralisasi yang melahirkan pemerintahan daerah di daerah otonom, telah mendelegasikan pula upaya pembangunan ekonomi secara mandiri oleh pemerintahan daerah.
Ditinjau dari sisi teori ekonomi publik, maka pasar khususnya tempat-tempat berjualan yang telah ditentukan pemerintah adalah komoditas privat bagi pedagang, namun keberadaanya sangat diharapkan oleh masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa pasar ini merupakan merit good. Bila pasar merupakan merit good maka ada kemungkinan bahwa pemerintah dengan alasan tertentu mengenakan tarif retribusi di bawah biaya per unit pasokan/pengelolaannya.
Dengan kata lain, pemerintah terpaksa harus mensubsidi penyelenggaraan pasar tersebut. Yang penting untuk diperhatikan adalah : subisdi tersebut harus rasional, artinya sebagaimana mestinya sesuai dengan kalkulasi biaya dan harapan penerimaan dari retribusi. Esensi dari reformasi kebijakan tersebut adalah memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada daerah baik propinsi, kabupaten dan kota, untuk menggali segenap potensi pajak dan retribusi daerah di wilayahnya. Akhirnya diharapkan akan dapat meningkatkan kapasitas keuangan daerah sejalan dengan nafas kebijakan daerah.
“Retribusi merupakan iuran dari masyarakat tertentu (individu yang bersangkutan) yang ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah yang prestasinya ditunjukkan secara langsung dan pelaksanaan.”
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengoptimalkan sumber PAD yang salah satunya dari pengelolaan pasar melalui retribusi yang dibayarkan oleh pedagang yang berjualan dipasar. Diharapkan dari retribusi tersebut tidak memberatkan pedagang sehingga masih disesuaikan dengan kondisi masyarakat lokal masing-masing daerah yang berbeda dalam penetapan besaran tarif retribusi.
Kendala dalam pengelolaan retribusi pasar sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah salah satunya adalah sistem penarikan retribusi kepada pedagang oleh pengelola pasar melalui sistem karcis yang masih memungkinkan terjadinya penyimpangan serta kurangnya pengawasan baik internal maupun eksternal.
Tidak mudah untuk mengawasi berapa banyaknya pedagang yang berjualan setiap harinya karena pedagang yang berjualan setiap harinya tidak selalu sama ada pedagang kios yang tentunya lebih terdata, pedagang los yang terkadang sistem retribusi karcis yang berjalan jika jualan ditarik retribusi jika tidak jualan tidak ada pungutan retribusi dan sama halnya dengan pedagang hamparan serta masih ada pedagang yang berjualan dipinggir jalan pasar.
Hasil retribusi diharapkan memadai, atau dapat menutup biaya pengelolaan layanan, tiada lain untuk menghindari subsidi yang tidak dikehendaki; terlebih jika layanan yang dipungut retribusinya itu lebih bersifat barang privat. Lain halnya bila layanan tersebut juga menghasilkan eksternalitas positif, subsidi diperkenankan, hanya saja harus rasional. Artinya, subsidi itu diperhitungkan setelah biaya yang sesungguhnya dalam pengelolaan dibandingkan dengan penerimaan yang seharusnya bisa dikumpulkan.
Prinsip keadilan (equity) dalam pemungutan retribusi mensyaratkan bahwa tarif retribusi harus dikenakan berbeda terhadap pengguna (user) dengan kemampuan ekonomi yang beda; atau berbeda jika manfaat layanan yang diterima oleh pengguna berbeda. Untuk kasus pasar, misalnya, tarif retribusi pengguna kios harus lebih tinggi daripada pengguna los, karena pertama, pengguna kios umumnya berkemampuan ekonomi (memiliki modal usaha) lebih besar daripada pengguna Los. Disamping itu kios umumnya memiliki lebih lengkap sarana ketimbang Los.
Prinsip efisiensi ekonomi (economic efficiency) mensyaratkan bahwa pungutan retribusi jangan sampai terlalu memberatkan pengguna layanan sehingga kehendak pengguna memanfaatkan layanan tersebut menjadi surut, dan akhirnya berdampak negatif terhadap perkembangan perekonomian. Kembali, dalam kasus retribusi pasar, pungutan retribusi itu harus sedemikian sehingga tidak sampai mematikan/menyurutkan para pedagang berjualan di pasar yang bersangkutan, yang menjadi nadi perekonomian, yang pada gilirannya menghambat perkembangan perekonomian.
Prinsip kemudahan untuk diimplementasikan mensyaratkan bahwa rancangan pungutan retribusi harus relatif mudah diterapkan. Dalam kasus retribusi pasar, tarif retribusi jangan dirancang terlalu beragam, misalnya: berbeda menurut jenis barang dagangan, berbeda menurut asal pedagang apakah dari daerah sekitar atau dari daerah berbeda menurut frekuensi perputaran barang dagangan, dan sebagainya. Rancangan yang seperti ini akan, pertama, menyulitkan pengelola untuk mengelolanya; dan kedua, sulit mengawasi terjadinya kolusi negatif antara pedagang dan petugas lapangan dalam menentukan besarnya pungutan retribusi. Dalam kondisi rancangan yang rumit selalu terdapat peluang kerjasama negatif antara petugas lapangan dengan wajib retribusi untuk merendahkan kewajiban retribusi yang sebenarnya, yang merugikan institusi pengelola layanan tapi menguntungkan petugas dan pedagang. Kriteria kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as a local revenue source). Kriteria ini mensyaratkan agar retribusi yang dipungut oleh pemerintah (daerah) memang merupakan kewenangannya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi penyimpangan sistem penarikan retribusi yang tidak mudah untuk diawasi adalah dengan pembentukan kebijakan retribusi melalui sistem pemungutan yang akuntabel dengan pemanfaatan teknologi informasi sehingga mudah dikontrol dan diawasi semua pihak serta transparan yang bisa dipertanggungjawababkan kepada publik dapat dengan aplikasi sistem buku yang dapat dimonitor oleh semua pihak, memberikan sanksi yang tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta peraturan daerah yang berlaku terkait dengan retribusi. | Pnr.