RadarCyberNusantara.Id | Sengketa tanah kuburan dan lapangan olahraga yang merupakan Fasilitas umum dan Fasilitas Sosial masyarakat Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, dengan PT Budi Tata Semesta (BTS) mendapat tanggapan serius dari Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Laskar Lampung Indonesia (LLI) Ir. Nerozelli Agung Putra, atau yang akrab disapa sunan Nero.
Menurut Nero, seharusnya pihak perusahaan mempunyai hati nurani serta kepedulian terhadap masyarakat sekitar.
“Perusahaan seharusnya punya hati nurani dan kepedulian terhadap masyarakat sekitar, apalagi fasum dan Fasos tersebut sudah ada jauh sebelum HGB perusahaan terbit,” ujar Nero kepada RadarCyberNusantara.Id, Minggu (05/01/2025).
Lanjut Nero, perusahaan juga selama 25 tahun lebih tidak memanfaatkan tanah yang ada HGB nya tersebut.
“Apalagi saya lihat pihak perusahaan juga tidak memanfaatkan lahan yang ada HGB nya tersebut sesuai dengan peruntukannya, alias diterlantarkan. Karena sesuai dengan permohonan penerbitan HGB tersebut adalah untuk pembangunan perumahan/real estate,” kata Nero.
Sementara itu kata Nero, aturan mengenai tanah terlantar di Indonesia tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. PP ini mencabut PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penataan dan Pemanfaatan Tanah Terlantar.
“Dalam PP tersebut, tanah terlantar diartikan sebagai tanah hak milik yang terlantar selama 20 tahun. Menteri menetapkan tanah sebagai tanah terlantar jika pemegang haknya atau pihak yang memperoleh dasar penguasaan hak atas tanah tidak mengambil langkah yang diperlukan,” terang Nero.
Adapun tanah dikatakan terlantar jelas Nero adalah, “Tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan baik,” jelas Nero.
Untuk itu lanjut Nero, lahan seluas lebih kurang 351.200 M2 yang bersertifikat HGB atas nama PT BTS sudah bisa dikatakan terlantar dan harus kembali kepada penguasaan Negara.
“Sertifikat HGB PT BTS itukan diterbitkan pada 28 Agustus 1996, dan hingga saat ini tidak dimanfaatkan oleh perusahaan sesuai dengan peruntukannya berdasarkan permohonan penerbitan HGB. Itu artinya perusahaan telah melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia,” tambah Nero.
Oleh sebab itu Nero meminta kepada pihak perusahaan maupun pemerintah untuk mengembalikan lahan Fasum dan Fasos itu kepada masyarakat.
“Untuk itu saya meminta kepada pihak perusahaan (PT BTS) dan pemerintah Kabupaten Lampung Selatan maupun pemerintah Provinsi Lampung untuk mengembalikan lahan fasum dan Fasos tersebut kepada masyarakat agar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak,” pinta Nero.
Lebih lanjut menurut Nero, “Sesuai dengan UUD 1945, bahwa tanah, air dan seluruh isinya dikuasai oleh Negara, dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat Indonesia. Jadi jelas dalam UUD bahwa tanah, air dan seluruh isinya harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu,” tegas Nero.
Nero juga mengungkapkan bahwa, “Jika menilik dari proses penerbitan sertifikat HGB PT BTS, terindikasi adanya permainan dalam penerbitan HGB tersebut, dimana dalam peta situasi tanah dan peta izin lokasi yang dikeluarkan oleh BPN Kabupaten Lampung Selatan, jelas bahwa dua lahan fasum dan Fasos itu tidak termasuk dalam peta HGB PT BTS,” ungkap Nero.
Dalam hal itu Nero meminta kepada pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dan pihak perusahaan agar benar-benar memperhatikan kepentingan masyarakat banyak diatas kepentingan pribadi atau kelompok.
“Sekali lagi saya atas nama Laskar Lampung meminta kepada pemerintah maupun perusahaan agar benar-benar memperhatikan kepentingan masyarakat banyak diatas kepentingan pribadi atau kelompok, toh lahan fasum dan Fasos itu hanya secuil dari luas lahan yang dikuasai pihak perusahaan.” Tandas Nero.
Hingga berita ini diterbitkan, media ini belum bisa menghubungi pihak PT BTS maupun BPN maupun Pemda Kabupaten Lampung Selatan, guna meminta tanggapan maupun konfirmasinya. | Pnr.