Oleh : Rio Batin Laksana (RBL)
Radarcybernusantara, Id | Di era ini semakin banyak dan menjamur profesi sebagai wartawan, namun tak sedikit pula sosok wartawan yang dianggap sebagai hantu oleh para pejabat ataupun tokoh publik hingga mereka yang melakukan kegiatan penyimpangan di saat akan melakukan Investigasi guna mengungkap fakta cerita dibalik sebuah berita.
Namun tak sedikit pula gerak langkah dari para wartawan yang kadang menorehkan asumsi catatan buruk bagi mereka yang tidak mengenal profesi mulia itu, mungkin disebabkan kepentingan individu, atupun ketidak pahaman pribadinya atau bahkan jalan pintas oknum yang mengaku sebagai wartawan.
Maka itu RBL_tertarik untuk melansir isi buku yang menyajikan gagasan dan pemikiran © Dandhy Dwi Laksono, 2010. Yang diterbitkan oleh Penerbit Kaifa PT. Mizan Pustaka Anggota IKAPI, (Hal 20-40). Karena bisa dijadikan referensi. Buku dengan jumlah 367 halaman dibagi menjadi 5 Bab, dimana ringkasan buku ini, minimal menjadi pengetahuan publik utamanya Insan Pers di wilayah Pringsewu, Tanggamus, Lampung.
Untuk membuat suatu produk jurnalistik yang mengungkapkan cerita dibalik sebuah berita, Produk atau karya investigasi tentu mengunakan tekhnik investigasi dalam proses peliputannya.
Karena suatu kejahatan biasanya dilakukan secara sistematis, dan apakah vonis kejahatan yang sudah terungkap.
Oleh Aparat Penegak Hukum sudah mendudukan aktor-aktor yang terlibat beserta buktinya, karena sistematis. Sebab dalam kejahatan itu biasanya ada pembagian peran, aktor pengecoh dan kambing hitam ataupun korban.
Serta apakah para pembaca, penonton, ataupun pendengar, sudah paham dengan kompleksitas masalah yang dilaporkan seorang jurnalis???
Agar bermanfaat, tentu hal yang paling awal supaya membuat mereka memahami dulu secara baik dan benar apa-apa saja yang kita laporkan (jurnalis), tanpa menyisakan sedikitpun pertanyaan keraguan ataupun ketidakmengertian publik.
Sebab menurut jurnalis senior dari Newsday Amerika, Robert Greene. Adanya elemen “disembunyikan” dan orisinal” dalam sebuah laporan investigasi.
Karena pentingnya elemen “Dirahasiakan oleh mereka yang terlibat, jadi jika ada kejahatan yang sengaja ditutup-tutupi maka itulah pintu masuk untuk Jurnalisme Investigasi. Karena dalam kontek ruang waktu tertentu konsep laporan investigasi memang sepatutnya dikembangkan dari hasil temuan-temuan sendiri, bukan mengekor hasil temuan pihak lain.
Agar sajian kita bisa menguatkan temuan tersebut atau berdasarkan penelusuran kita sendiri justru malah dapat membantah temuan yang sudah terungkap. Apalagi di Rezim Rilis ini, para wartawan tak jarang hanya menerima dan menyampaikan informasi yang dibagikan oleh humas-humas di intansi pemerintahan ataupun Aparat Penegak Hukum (APH). Tentunya agar supaya bisa mengarah pada kesimpulan baru (orisinil) sebab tak mustahil temuan jurnalis akan lebih melengkapi, mempertajam atau membantah dan mementahkan temuan-temuan otoritas formal tersebut.
Karena produk jurnalisme berdasarkan investigasi tidak berhenti pada satu pelaku yang muncul atau dimunculkan. Seperti halnya Pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto, telah divonis 20 Th penjara dalam kasus pembunuhan Munir, apakah kasusnya sudah terang-benderang dan selesai saat ini???
Bahkan untuk yang sudah digelar di pengadilan sekalipun. Bukankah selalu terbuka kemungkinan terjadinya kasus-kasus salah tangkap atau peradilan sesat, disitulah jurnalis ikut berkontribusi. Guna mencari dimana letak kesalahannya, apakah terjadi secara sistematis dan siapa saja yang terlibat serta siapa yang bertanggung jawab.
Agar publik memahami dan bisa membuat keputusan atau perubahan berdasarkan laporan jurnalis, yang menyangkut kejahatan publik yang sistematis, ada elemen Metodologi dan tekhnik pembuktian serta pengaitan benang merah. Karena wartawan investigasi dituntut menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi publik serta mengurai siapa yang bertanggung jawab.
Meski demikian, tetap saja kebenaran jurnalistik investigasi bukanlah kebenaran hukum, karena fakta jurnalistik juga tidak selalu sama dengan fakta hukum. Jadi bila ada hasil investigasi wartawan tidak lebih hebat dari hasil investigasi Polisi atau Jaksa itu memang sudah Kodratnya.
Karena sudah barang mustahil, membandingkan hasil kerja jurnalis dengan aparat yang memiliki kewenangan menyita dokumen, menggledah TKP, memanggil paksa atau menangkap orang. Sedangkan lembaga hukum yang memiliki segudang kewenangan itu saja tak jarang masih melakukan peradilan sesat masih saja salah tangkap.
Karena itu sebuah laporan investigasi yang baik tak harus berakhir dengan vonis penjara bagi aktor-aktor yang dianggap terlibat. Tetapi bagaimana dari laporan tersebut Masyarakat termasuk Institusi hukum atau negara bisa mengambil keputusan atau menindaklanjutinya.
® Pringsewu 29 Januari 2025. ®