RadarCyberNusantara.com | Diduga menikmati bancakan korupsi hasil pungutan retribusi pelayanan pasar, Kepala Unit Pelaksana Teknis (KUPT) Pasar Natar, Kabupaten Lampung Selatan Yusna Liana, dan Kepala Bidang (Kabid) Pasar Rosmala Dewi, serta Kepala Dinas (Kadis) Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Kabupaten Lampung Selatan Hendra Jaya S.Sos. M.M., memilih bungkam saat di klarifikasi dan diminta tanggapannya melalui pesan singkat WhatsAppnya terkait adanya dugaan korupsi pungutan retribusi pelayanan pasar yang ada di Lampung Selatan.
Berdasarkan hasil investigasi dan penelusuran serta pulbaket yang di lakukan oleh media RadarCyberNusantara.com, diduga kuat adanya korupsi serta manipulasi data pada pungutan retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Lampung Selatan.
Praktek korupsi tersebut terlihat dari hasil pungutan retribusi pelayanan pasar dan jumlah yang disetorkan masing-masing KUPT Pasar ke kas daerah melalui Bank Lampung.
Selain selisih jumlah yang disetorkan ke Bank Lampung dari pungutan retribusi pelayanan pasar per-hari, terdapat juga perbedaan antara besaran pungutan yang disampaikan oleh KUPT dengan kenyataan besaran pungutan di lapangan.
Seperti contoh di pasar Natar, untuk kategori Ruko dipungut rp.5000/Ruko/ hari, namun yang laporkan Rp.4000, untuk kategori kios di pungut Rp 5000., namun yang dilaporkan hanya rp.3000.,/kios/hari, sementara untuk kategori Hamparan dan gerobak, yang seharusnya hanya dipungut Rp.1500.,/pedagang/hari, namun dipungut melebihi Perbub yakni Rp.2000.,/pedagang/hari, namun yang di laporkan tetap Rp.1500.
Belum lagi diduga adanya manipulasi data jumlah pedagang di masing-masing pasar yang berpotensi merugikan keuangan daerah atau negara.
Menurut salah satu pedagang yang ditemui oleh awak media ini, yang meminta nama dan identitasnya tidak dipublikasikan, bahwa setiap hari dia harus merogoh kocek Rp 10.000., untuk membayar retribusi pasar, uang keamanan dan uang kebersihan.
“Ya setiap hari saya harus membayar sepuluh ribu untuk retribusi pasar lima ribu, uang keamanan tiga ribu dan uang kebersihan dua ribu,” ujarnya, Senin (13/05/2024).
Dan ketika ditanyakan apakah diberikan bukti tanda pembayaran retribusi pelayanan pasar, dia mengatakan tidak pernah diberikan oleh petugas pungut.
“Tidak pernah dikasih pak, paling dikasih kalau mau ada peninjauan atau kunjungan pejabat pemerintah, setelah itu tidak pernah dikasih lagi.” Jelasnya.
Dilain pihak, seorang pedagang hamparan berinisial DV (35) mengatakan bahwa setiap hari dirinya harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 6000., (Enam ribu rupiah).
“Setiap hari saya harus membayar dua ribu rupiah untuk salar pasar, dua ribu untuk kebersihan dan dua ribu untuk keamanan, sehingga jumlah nya enam ribu, tapi yg di kasih bukti pembayaran hanya uang keamanan,” ucapnya.
Saat ini Tim Media bersama beberapa LSM masih melakukan Pulbaket tambahan untuk memperkuat dugaan korupsi tersebut dan setelah itu akan meminta tanggapan dari Bupati Lampung Selatan Hi Nanang Ermanto serta DPRD Kabupaten Lampung Selatan.
Dan apabila barang bukti dan keterangan dari berbagai sumber dirasa cukup, maka masalah ini akan di laporkan kepada aparat penegak hukum dengan dugaan melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan ancaman Pidana Penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). | Pnr.