RadarCyberNusantara.com | Ketidak netralan ASN, aparat Desa dan Kelurahan hingga tingkat RT dikhawatirkan akan mendegradasi kepercayaan serta menimbulkan keraguan atas kredibilitas dan legitimasi proses serta hasil Pilkada tahun 2024.
Komitmen netral dari aparatur sipil negara, Kades/Lurah hingga tingkat RT dalam penyelenggaraan Pilkada 2024 memerlukan pembuktian nyata. Tanpa adanya netralitas aparatur negara, pemerintahan yang terbentuk dari hasil pemilu diperkirakan akan kesulitan mendapatkan legitimasi dari masyarakat.
Keraguan akan Netralitas ASN, Kades, Lurah hingga tingkat RT terungkap dalam setiap obrolan diwarung kopi maupun pada diskusi-diskusi kecil di tengah masyarakat menjelang Pilkada khususnya di Provinsi Lampung.
Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Laskar Lampung Indonesia (LLI) Ir. Nerozelli Agung Putra menyampaikan adanya kekhawatiran masyarakat sipil bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) Kepala Desa (Kades) Lurah hingga RT dengan posisi yang sangat strategis akan melakukan tindakan yang melanggar prinsip netralitas.
“Apalagi ASN, Kades, Lurah hingga tingkat RT yang mengikuti Pilkada, dimana Calon Kepala Daerahnya merupakan Petahana atau Istri dari Kepala Daerah yang sedang menjabat saat ini. Karena itu masyarakat sipil khawatir akan ada mobilisasi untuk memenangkan salah satu Calon Bupati atau Calon Walikota dalam Pilkada 2024,” ucap Nero, Minggu (15/09/2024).
Ketum DPP LLI itu menambahkan, ASN, Kades, Lurah hingga RT adalah bagian dari pemerintah dalam suatu daerah.
“Artinya, bosnya pemerintah daerah adalah Bupati atau Walikota, tetapi kalau dilihat dari fungsi-fungsinya, sebagai bagian dari pemerintah bagaimana meletakkan fungsi-fungsi ini sebagai peran dari menjaga Demokrasi,” ujar Nero panggilan akrab Ketum DPP LLI tersebut.
Posisi ini sekaligus menimbulkan kerentanan ASN,Kades, Lurah hingga tingkat RT dalam memenuhi peran dan menjaga netralitas dalam penyelenggaraan Pilkada. Untuk itu, diperlukan akuntabilitas dan pengawasan yang memadai.
”Makin rendah tingkat pengawasan, makin tinggi potensi abuse of power-nya,” tambah Nero.
Nero juga menyoroti penegakan hukum yang adil serta birokrasi dan aparat yang netral sebagai dua dari enam aspek yang menentukan Pilkada berlangsung demokratis. Adapun empat aspek lainnya adalah kerangka hukum Pilkada yang demokratis dan memberi kepastian hukum; penyelenggaraan Pilkada oleh penyelenggara yang independen, kredibel, dan profesional; Pilkada dilakukan dalam kompetisi yang adil dan setara; serta pemilih yang berdaya dan terinformasi.
Ketidaknetralan ASN, aparat Desa dan Kelurahan hingga tingkat RT akan mendegradasi kepercayaan serta menimbulkan keraguan atas kredibilitas dan legitimasi proses serta hasil pemilu. Akibatnya, pemerintahan baru akan sulit untuk bekerja secara efektif sebab terus diganggu isu legitimasi oleh lawan politik yang tidak puas.
“Masalahnya, keenam aspek ini mulai diragukan keterpenuhannya, dimulai dari fakta bahwa dipecatnya beberapa oknum penyelenggara pemilu karena terbukti melanggar etika bahkan menjurus pada perbuatan melakukan tindak pidana,” terang Nero.
Ketidaknetralan aparatur negara, Kades, Lurah hingga RT akan merusak prinsip Pilkada demokratis, yakni Pilkada yang bebas, adil, dan setara. Ketidakpuasan pada proses Pilkada bisa menimbulkan konflik horizontal atau benturan antarpendukung. Tindakan sewenang-wenang atau membiarkan penyimpangan juga biasanya akan melanjutkan bibit laten praktik koruptif, termasuk saat pemerintahan baru terbentuk.
Lebih lagi, ketidaknetralan aparat akan mendegradasi kepercayaan serta menimbulkan keraguan atas kredibilitas dan legitimasi proses serta hasil Pilkada. ”Akibatnya, pemerintahan baru akan sulit untuk bekerja secara efektif sebab terus diganggu isu legitimasi oleh lawan politik yang tidak puas,” ujar Nero.
Untuk itu, menurut Nero, setidaknya reformasi birokrasi harus dioptimalkan, baik di birokrasi maupun aparatur Desa dan Kelurahan. Kedua, perlu disediakan whistle blower system yang efektif dan aman.
Kemampuan pemilih untuk mendeteksi, menganalisis, dan mengungkap pelanggaran netralitas aparat juga harus diperkuat. Karena itu, konten mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan aparat harus diperbanyak. | Pnr.