RadarCyberNusantara.com | Ketua Kaganga Institute Lampung berkomentar atas ramainya pemberitaan mengenai reaksi dari berbagai masyarakat baik adat, akademisi, praktisi adat budaya, organisasi dan LSM di Lampung yang merespon secara keras tindakan yang dilakukan oleh KPU Bandar Lampung.
Tidak bisa dipungkiri bahwa maskot kera yang di peroleh dari ajang perlombaan yang diselenggarakan oleh KPU Bandar Lampung nomor : 328/HM.02.Pu/1871/2024 tanggal 26 Maret 2024 tersebut menuai respon disemua kalangan masyarakat di Lampung, ini karena kecintaan masyarakat Lampung terhadap adat istiadat yang masih di junjung tinggi.
“Adat itu tegas bukan keras, adat itu bijak bukan egois atau sewenang-wenang.”
Dalam adat Lampung ada yang disebut cepalo, cepalo ini adalah aturan-aturan yang melarang kita berbuat kesalahan.
Dulu sanksinya dari berupa dau (uang) adat bahkan sampai hukuman mati. Ujar Novel Sanggem yang merupakan salah satu penggiat budaya ini menjelaskan.
Sekarang perkembangan zaman, hukum di negara kita ada tiga (3), hukum civil, hukum adat dan hukum Islam. Ketika kita bicara kesalahan yang bermotif keadatan maka lakukan sesuai dengan hukum adat terlebih dahulu, karena dalam adat ada yang namanya antak salah.
Bagi seseorang yang melakukan kesalahan dan mau mempertanggungjawabkan kesalahan, ia akan melakukan proses antak salah kepada orang atau tempat dimana dia melakukan kesalahannya.
Sanksi dalam proses antak salah ini dibicarakan secara musyawarah adat (pepung) oleh orang atau adat setempat, bagaimana prosesnya dan apa sanksinya.
KPU Kota Bandar Lampung dalam hal ini selayaknya adalah melakukan antak salah kepada keadatan yang ada di Bandar Lampung. Memang kejadian ini melukai banyak pihak di seluruh masyarakat Lampung, bukan hanya masyarakat bandar Lampung. Tetapi kesalahan yang dilakukan oleh KPU Bandar Lampung ini ada diwilayah sistem keadatan Bandar Lampung.
Sistem keadatan di Bandar Lampung ada dua yaitu marga balau dan marga teluk.
Jika ada niat baik dari KPU Bandar Lampung maka masyarakat Lampung harus menyerahkan proses antak salah kepada dua sistem keadatan tersebut.
Temui tokoh-tokoh adat yang ada di dua marga itu, minta maaf dan lakukan proses antak salah sebagaimana biasanya jika ada yang melakukan kesalahan adat diwilayah tersebut. | Red.