Pancasila Benteng Terakhir NKRI

waktu baca 4 menit
Kamis, 5 Jun 2025 14:26 71 Admin RCN

Penulis: Pinnur Selalau

Iklan

Pemred media RadarCyberNusantara.Id

 

Opini : Dalam sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia, Pancasila bukan sekadar dasar negara atau sekumpulan sila yang dihafalkan sejak bangku sekolah dasar. Ia adalah fondasi kebangsaan, nilai-nilai luhur yang tumbuh dari akar budaya, agama, dan kearifan lokal Nusantara. Di tengah arus deras globalisasi, derasnya provokasi politik identitas, dan ancaman disintegrasi bangsa, Pancasila berdiri sebagai benteng terakhir yang menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Indonesia adalah negara yang sangat majemuk dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas sampai Rote, berjajar ribuan pulau dengan keberagaman etnis, budaya, bahasa, dan agama. Di tengah kompleksitas itulah Pancasila hadir sebagai pemersatu. Lima sila dalam Pancasila bukan lahir dari ruang hampa, melainkan merupakan hasil perenungan mendalam para pendiri bangsa terhadap realitas sosial yang ada.

Ketika negara-negara lain runtuh karena konflik etnis dan sektarian, Indonesia tetap berdiri tegak karena memiliki konsensus kebangsaan: Pancasila. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial menjadi payung bersama. Ia bukan milik satu kelompok, agama, atau suku, melainkan milik seluruh rakyat Indonesia.

Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia dihadapkan pada ancaman ideologi transnasional yang mencoba menggantikan Pancasila dengan sistem dan pandangan politik lain baik yang bersifat ekstrem kanan maupun kiri. Ada yang ingin mengganti Pancasila dengan khilafah, ada pula yang secara diam-diam mengusung ide liberalisme yang bebas nilai.

Pancasila menolak semua bentuk radikalisme dan ekstremisme. Ia menegaskan bahwa Indonesia adalah negara berdaulat dengan nilai-nilai luhur sendiri yang tidak bisa digantikan oleh ideologi impor. Dalam konteks inilah, Pancasila menjadi benteng terakhir yang menjaga bangsa dari kehancuran akibat infiltrasi ideologi asing yang tak sesuai dengan jati diri bangsa.

Di era digital seperti sekarang, penyebaran informasi menjadi tak terkendali. Media sosial sering kali menjadi alat provokasi, penyebar hoaks, ujaran kebencian, dan polarisasi. Konflik horizontal antarwarga bisa dengan mudah dipicu oleh isu-isu SARA. Pancasila kembali diuji: apakah ia masih relevan sebagai pemersatu?Jawabannya sangat relevan.

Pancasila bukan sekadar teks yang dibacakan saat upacara, melainkan pedoman hidup yang harus diinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Sila Ketiga, “Persatuan Indonesia”, mengajarkan kita untuk melihat perbedaan bukan sebagai pemisah, tetapi sebagai kekayaan yang harus dirawat. Sila Kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, menuntut kita untuk memperlakukan sesama manusia dengan hormat, tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang.

Pancasila juga menjadi pedoman dalam mewujudkan pemerintahan yang adil dan berpihak pada rakyat. Sila Kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, menekankan bahwa pembangunan harus merata dan tidak boleh meninggalkan kelompok manapun. Ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan harus dilawan dengan semangat Pancasila.

Pemerintahan yang berjalan berdasarkan nilai Pancasila akan senantiasa mendahulukan kepentingan rakyat. Dalam pengambilan kebijakan, semangat musyawarah dan keadilan menjadi landasan. Inilah yang membedakan Indonesia dari negara lain: demokrasi yang tidak liberal dan bebas nilai, melainkan demokrasi yang berakar pada nilai-nilai lokal dan spiritual.
Pancasila bukan ideologi yang kaku. Ia adalah ideologi terbuka, yang mampu berdialog dengan zaman dan menjawab tantangan-tantangan baru. Ketika dunia bergerak cepat dengan kemajuan teknologi dan perubahan sosial, Pancasila tetap mampu memberikan arah.

Nilai Ketuhanan misalnya, tetap memberikan landasan spiritual dalam kehidupan modern. Di tengah krisis moral, Pancasila mengingatkan pentingnya akhlak dan nilai kemanusiaan. Di tengah krisis lingkungan, Pancasila mendorong etika dalam pembangunan. Ia adalah kompas moral yang fleksibel namun kokoh.
Namun, mempertahankan Pancasila bukan hanya tugas pemerintah atau TNI-Polri. Ini adalah tanggung jawab seluruh elemen bangsa.

Dari guru yang menanamkan nilai toleransi di kelas, hingga petani yang bekerja jujur di sawah semua adalah penjaga Pancasila. Mahasiswa yang kritis tapi santun, jurnalis yang memberitakan dengan etika, bahkan netizen yang menolak menyebarkan hoaks semua adalah bagian dari pertahanan ideologis bangsa.

Pancasila akan tetap hidup selama nilai-nilainya terus diamalkan, bukan hanya diucapkan. Selama kita masih menjunjung tinggi persatuan, menjauhi kebencian, dan menegakkan keadilan, maka selama itu pula benteng NKRI akan tetap kokoh berdiri.

Di tengah gejolak zaman dan ancaman terhadap kedaulatan serta persatuan bangsa, Pancasila adalah benteng terakhir NKRI. Ia adalah warisan tak ternilai dari para pendiri bangsa, yang harus terus dijaga, dipahami, dan diamalkan. Dalam Pancasila, Indonesia menemukan identitas, arah, dan harapan. Bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan generasi penerus bangsa.

Bandar Lampung: 05 Juni 2025.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Dapatkan Berita Pilihan Di Whatsapp Untuk Anda.

 

X
error: Content is protected !!