RadarCyberNusantara.Id | Politik uang merupakan salah satu pelanggaran kampanye dalam Pilkada. Biasanya, politik uang saat Pilkada dilakukan oleh simpatisan, kader atau pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan. Pihak yang terlibat dalam politik uang akan menerima sanksi sesuai ketetapan undang-undang.
Dalam Pilkada , calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih. Mereka yang terbukti melakukan pelanggaran politik uang, akan dikenakan sanksi.
Hal itu seperti yang terjadi di kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, dimana diduga tim sukses salah satu paslon yang diperkirakan berjumlah 30 orang diduga ditugaskan untuk membagikan amplop berisi uang kepada warga pemilih.
Menurut informasi yang diperoleh media ini, 30 orang tersebut masing-masing membagikan 30 amplop yang diduga berisi uang, dengan tujuan agar memilih paslon Bupati dan wakil Bupati Qodratul Ikhwan dan Hanka Hasan pada Pilkada 27 November mendatang.
Kejadian tersebut diketahui oleh warga masyarakat Trirejo Mulyo dan langsung mengamankan salah satu tim sukses bernama Nurdin yang sedang membagikan amplop berisi uang sebesar Rp.50.000., (Lima Puluh Ribu Rupiah) kepada warga.
Diketahui bahwa, dibawah koordinator desa (Kordes) yang bernama Tukino alias KrandilKrandil, mereka bergerak pada malam minggu (24/11/2024), salah satu dari 2 orang pelaku yang ingin membagikan amplop tersebut terlihat mengenakan baju kaos yang bergambarkan foto Qodratul-Hankam.
“Satu orang pegang 30 amplop, sebelumnya sudah didata untuk milih no urut 02, uang itu tinggal dibagi aja,” ujar Nurdin.
Sementara salah satu pelaku lainnya yang terbukti tertangkap tangan membagikan uang untuk warga agar memilih paslon no urut 02 tersebut mengaku diberikan upah sebesar Rp. 200.000.’ (Dia ratus ribu rupiah), dan peristiwa tersebut ramai diabadikan oleh warga dalam bentuk video maupun foto.
“Saya dikasih uang Rp. 200.000.’ untuk membagikan uang sebesar Rp. 50.000.’ kali 30 amplop,” terang salah satu pelaku.
Sanksi Pemberi dan Penerima Politik Uang Pilkada.
Sanksi bagi yang melakukan politik uang (money politic) dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Berikut bunyinya.
– Ketentuan larangan politik uang pada pemilihan
Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016
(1) Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenakan sanksi administrasi izin sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(3) Tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum berjanji atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk :
A. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
B. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c. Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
– Ketentuan sanksi politik uang pada pemilihan
Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | Pnr.