RadarCyberNusantara.id | masyarakat Pekon Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Jumat (22/8/2025) memadati stadion mini Yogyakarta. Dengan jumlah massa lebih dari 500 orang, warga kompak mengawal sidang terbuka Pengadilan Negeri Kota Agung terkait sengketa tanah lapangan pekon.
Objek sengketa adalah tanah seluas lebih dari 9.000 meter persegi, sudah bersertifikat sejak 2017 atas dasar hibah dari 8 warga pada 1939. Tanah itu sejak awal ditetapkan sebagai milik Desa untuk kepentingan lapangan bola dan kepentingan umum masyarakat.
Namun, sengketa muncul setelah salah satu ahli waris pemberi hibah berinisial B mengajukan gugatan.
Warga Yogyakarta menegaskan mereka tidak akan menyerahkan tanah desa seujung kuku pun kepada siapapun. Koordinator aksi, Nova Afandi, berteriak lantang:
“Ini tanah milik desa, milik masyarakat Yogyakarta! Tidak akan kami serahkan secuil pun.”
Kepala Pekon Yogyakarta, Daryanto, juga berdiri tegak di hadapan warganya, memastikan lapangan sepak bola itu tetap menjadi milik bersama.
Kuasa hukum tergugat dari Kejaksaan Negeri Pringsewu, Midian S.H., M.Kn, bahkan menantang pihak penggugat:
“Kalau berani, klaim seluruh bangunan yang berdiri di atas tanah sengketa. Apakah itu benar milik penggugat?”
Dalam agenda sidang terbuka lapangan itu, majelis hakim PN Kota Agung hadir untuk mengecek langsung objek sengketa. Namun, saksi penggugat tidak hadir, sehingga sidang terpaksa ditunda ke Rabu, 27 Agustus 2025, dengan agenda pembuktian saksi.
Atmosfer sidang lapangan terasa menggelegar, namun tetap tertib dan damai. Seluruh aparatur pekon hadir memberikan dukungan moril. Pengamanan dilakukan oleh Danramil Gadingrejo Kapten Redi Kurniawan, Bhabinsa, dan Bhabinkamtibmas.
Masyarakat tetap solid, mengawal sampai akhir proses hukum. Mereka meyakini kebenaran ada di pihak pekon, karena tanah tersebut sah tercatat sebagai aset desa.
Sidang lanjutan pada 27 Agustus 2025 akan menjadi momentum penting: apakah gugatan ahli waris berinisial B mampu membuktikan klaimnya, atau justru semakin memperkuat posisi warga Yogyakarta dalam mempertahankan hak desa.
|Red