RadarCyberNusantara.com | Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 tinggal menghitung hari. Setiap bakal calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, partai politik pengusung, hingga Sales politik berlomba-lomba melakukan politik marketing yang menarik.
Memang aktivitas yang dilakukan para Sales/Marketing Politik ini tidak jauh berbeda dengan para pebisnis, memasarkan pesan pemasaran kepada target audiens yang tepat.
Salah satu jenis manipulasi elektoral yang banyak terjadi di negara-negara demokrasi baru adalah praktik jual beli suara. Ironisnya, alih-alih mengurangi praktik transaksional ini, fase transisi dari rezim otoriter ke demokrasi di Indonesia justru mendorong proliferasi politik uang. Banyak lembaga demokrasi yang masih lemah sehingga mendorong upaya strategi klientelisme.
Politik uang adalah usaha terakhir dalam mempengaruhi keputusan pemilih dalam memberikan suara di pemilu/Pilkada, yang dilakukan sebelum pemungutan suara, dengan cara memberikan uang tunai, barang, atau imbalan material lainnya kepada pemilih.
Bagi para Sales atau Marketing Politik, kalau merasa yakin dengan “Lanjutkan” maka uraikanlah setiap alasanya dan Fakta serta data supaya jadi pertimbangan masyarakat ketika berkehendak memilih kembali calon yang berasal dari Petahana.
Begitu pula sebaliknya, kalau ingin pemimpin di ganti tawarkan segera Formula dan program yang berbeda dan punya nilai lebih sehingga masyarakat yakin ingin ganti kepemimpinan.
Itu yang dinamakan politik gagasan, bukan bergosip kaya emak-emak saat berkumpul mengelilingi tukang sayuran.
Disisi lain katanya survei ada lebih kurang 46% pemilih pragmatis yang orientasi memilihnya atas dasar Nominal transaksi sesa’at.
Akhir kata. “Selamat Berjuang Para Sales Politik.
Penulis: Pinnur Selalau (Pimred Media RadarCyberNusantara.com.)