RadarCyberNusantara.com | Kritikan atas maskot KPU Bandar Lampung terus bergulir, kali ini muncul dari seorang tokoh budayawan di Bandar Lampung yang tak ingin disebutkan namanya. Ia menegaskan untuk boikot pilkada Bandar Lampung jika maskot belum juga diganti. “KPU Kota Bandar Lampung jangan sepelekan meski itu hanya sebuah logo”. Ujarnya.
Logo yang berbentuk kunyang (kera atau monyet) berpakaian adat Lampung yang dijadikan maskot adalah tindakan konyol KPU Kota Bandar Lampung, menunjukkan bahwa kinerja KPU asal-asalan tanpa memperhatikan kebiasaan, tradisi dan kebudayaan masyarakat Kota Bandar Lampung. Itu sama saja merusak tatanan adat Lampung yang mempunyai Fi’il Pesenggiri.
Tokoh budayawan tersebut menambahkan, maskot yang divisualisasikan kera atau monyet memakai kopiah jukung dan kain tapis melanggar aturan kebiasaan dalam pemakaian pakaian adat. “Kalian saja belum tentu bisa pakai pakaian adat Lampung, apalagi ini monyet” ujarnya keras.
Di lain kesempatan Novellia Yulistin Sanggem Ketua Kaganga Institute Lampung dalam wawancara melalui WhatsApp menjelaskan. Melihat dari sudut pandang kebiasaan atau budaya, pakaian adat Lampung tapis dipergunakan dalam peristiwa-peristiwa tertentu saja, seperti upacara adat dan pemakaiannya biasanya dipergunakan untuk kalangan raja-raja atau anak raja dan hari ini penggunaan tapis mulai banyak bermunculan disetiap agenda kegiatan yang bukan hanya acara adat, seperti upacara kenegaraan, Hari Kartini, Kompetisi-Kompetisi, baik masih original berbentuk sarung ataupun sudah dimodifikasi berbentuk baju, rok/celana dan sebagainya.
Lalu kenapa maskot KPU Kota Bandar Lampung menjadi polemik dikalangan masyarakat adat Lampung, ini dikarenakan sosok dari simbol maskot yaitu kera atau monyet. Di masyarakat Lampung ada yang namanya sebuah Fi’il atau malu, masyarakat yang berfi’il takkan mau di identitaskan sebagai seorang monyet atau kera atau sejenisnya. Karena penggunaan kata kunyang untuk kebiasaan masyarakat Lampung adalah sebagai umpatan atau sindiran yang buruk. Seperti anjing, meskipun anjing merupakan binatang setia, tapi anjing adalah sebuah simbol buruk untuk mengumpat kepada seseorang. Tidak ada seorangpun jika disebut anjing akan senang, begitupun dengan kata babi dan kera atau monyet.
Nah, Maskot yang dibuat KPU yang mungkin di insipirasikan dari daerah Teluk Betung yang dikenal dengan hutan kera, menjadikan kera sebagai identitas keberadaannya di Bandar Lampung. Padahal jika ingin simbol maskot berupa binatang, ada referensi binatang lain di Bandar Lampung, di Teluk Betung tepatnya di kelurahan Negeri Olok Gading disana sejak dahulu terdapat habitat burung murai batu yang sangat merdu. Kenapa tidak hewan tersebut yang menjadi ikonnya.
Saran saya sebagai bagian dari masyarakat Lampung yang berbudaya, KPU Kota Bandar Lampung merubah ikon tersebut agar tidak mengundang polemik lebih besar lagi, cukup polemik yang akan ditimbulkan dalam pilkada nanti saja. Atau jangan-jangan simbol kera ini dimaksudkan adalah simbol dari politik kedepan, sebuah simbol penyelenggaraan politik di Bandar Lampung yang akan memilih pemimpin cerdas tapi serakah seperti seekor kera. | Red.