Editorial Oleh : RadarCyberNusantara.Id

Edisi : Sabtu 13 Desember 2025.
DUA DEKADE Reformasi telah sama-sama kita lewati, tetapi prilaku koruptif dibalik layar proyek Pemerintah tetap menjadi penyakit lama dan akut yang tak kunjung disembuhkan. Praktik rente, fee proyek, hingga pengondisian tender masih terjadi secara telanjang di berbagai daerah dan berbagai lini pemerintahan baik pusat maupun daerah.
Ini bukan sekadar penyimpangan, melainkan kejahatan sistemik yang di pelihara oleh elit birokrasi, pejabat publik, dan oknum pengusaha yang menjadikan anggaran negara sebagai ladang panen secara pribadi maupun kelompok.
Kasus yang baru-baru ini diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kabupaten Lampung Tengah, Kasus Korupsi mantan Bupati Pesawaran, Lampung Timur, hanyalah sebagian contoh dari gunung es prilaku culas dan koruptif yang telah mengakar dan mendarah daging.
Dugaan keterlibatan Kepala Daerah aktif, mantan Kepala Daerah, Kepala Dinas, Oknum anggota DPRD, hingga pihak swasta dalam skema pengaturan tender dengan imbalan fee proyek menunjukkan betapa bobroknya tata kelola anggaran daerah. Bukan semata melanggar hukum, perbuatan itu adalah pengkhianatan terang-terangan terhadap kepercayaan rakyat.
Modusnya memang beragam, tapi polanya selalu sama, pelaku usaha “diarahkan” untuk memenangkan proyek tertentu, asalkan bersedia membayar komitmen fee 10 hingga 20 persen dari nilai anggaran.
Dalam praktiknya, setoran ini memaksa kontraktor memangkas kualitas demi menutup biaya ilegal tersebut. Hasilnya bisa ditebak, jalan cepat rusak, bangunan cepat ambruk, fasilitas publik tak bertahan lama, semua demi memulihkan uang panas yang telah disetorkan kepada oknum-oknum rakus.
Ironisnya, praktik semacam ini bukan fenomena baru dan bukan hanya milik Lampung Tengah.Diberbagai daerah lainnya pola serupa dipercaya masih marak meski belum disorot dan belum terungkap. Itu semua karena minim pengawasan, lemahnya integritas oknum aparat penegak hukum didaerah, hingga kultur tutup mata terhadap penyimpangan membuat praktik rente proyek tumbuh subur tanpa hambatan.
Ketika anggaran disabotase oleh “Mafia Anggaran” dan “Birokrat korup” Pembangunan hanya menjadi ritual tahunan tanpa roh kesejahteraan rakyat. Negara dirampok dari dalam melalui mekanisme yang seharusnya menjadi alat pemerataan, bukan kendaraan untuk memperkaya segelintir orang.
Inilah saatnya Presiden, Menteri Dalam Negeri, KPK, dan seluruh institusi penegak hukum bertindak lebih tegas dan sistemik, bukan sekedar seremonial penindakan. Pembenahan menyeluruh, mulai dari pengawasan hingga Reformasi tata kelola pengadaan barang dan jasa harus menjadi prioritas.
Jika tidak, rakyat akan terus dipaksa menjadi korban, tidak menikmati infrastruktur yang layak, sementara pejabat dan kroninya sibuk menumpuk kekayaan dari anggaran Negara, yang notabene adalah uang rakyat.
Dan kita akan terus menyaksikan borok yang sama, busuk, menyakitkan, tetapi tetap dibiarkan tanpa pernah disembuhkan. Apakah kita sudah lupa dengan cita-cita Reformasi, yakni memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Penulis : Pinnur Selalau.
Editor : Meli Eprianti S.H.
Tidak ada komentar